lensanews.id ✓ Palembang
Gelombang kemarahan melanda sejumlah advokat di Palembang khusus Organisasi Advokat, yakni Ikatan Advokat Indonesia (IKADIN) Palembang, menyusul tindakan seorang individu berinisial DT yang dianggap mencoreng citra profesi Advokat dan merusak nilai dari officium nobile profesi advokat.
Pasalnya, DT diduga kuat mengaku sebagai Advokat dan berpraktik sebagai advokat tanpa memiliki izin dan kualifikasi yang sah bahkan telah menipu kliennya hingga mengalami kerugian sebesar Rp.997.000.000,- atau hampir 1 milyar rupiah.
Adanya berita tentang inisial DT yang merupakan Advokat gadungan yang telah menipu kliennya mendapat tanggapan serius dari Ketua DPC IKADIN Palembang, Andre Macan SH.,MH.,CHRM.,C,MSP.
“Saya menghimbau kepada masyarakat pencari keadilan agar dapat lebih cerdas sehingga tidak mudah dimanipulasi oleh mereka yang mengaku sebagai advokat yang tidak sesuai dengan syarat yang
ditentukan dalam ketentuan peraturan perundang-undangan,” Ujar Andre Macan.
Ia mencontohkan, Di zaman teknologi yang modern saat ini, hendaknya Masyarakat Pencari Keadilan dalam mencari seorang Advokat dapat terlebih dahulu men searching atau tracking advokat-advokat melalui google, atau dapat meminta referensi nama advokat dari keluarga, sahabat, tetangga ataupun teman dekat lainnya atau mencari tahu dulu nama organisasi advokat dan meminta rekomendasi dari organisasi advokat tersebut.
“Kalaupun ada advokat yang menawarkan dirinya, Masyarakat Pencari Keadilan bisa mencari tahu siapa advokat tersebut melalui cara-cara tadi atau langsung menanyakan langsung kepada advokat tersebut dari organisasi advokat mana, dan dapat meminta untuk diperlihatkan Kartu Tanda Advokat dan Berita Acara Sumpah Advokatnya,” Terangnya.
Tentunya untuk menjadi seorang advokat syaratnya sudah tertuang dalam Undang-undang (UU) nomor 18 Tahun 2003 tentang Advokat dan Kode Etik Advokat. Dilihat dari ketentuan Pasal 1 angka 1 UU Advokat yang menyebutkan bahwa advokat adalah orang yang berprofesi memberi jasa hukum, baik di dalam maupun di luar pengadilan yang memenuhi persyaratan berdasarkan ketentuan UU.
“Artinya secara tegas diatur hanya orang yang mengikuti pendidikan khusus profesi advokat (PKPA), lulus ujian profesi advokat (UPA), menjalani magang, kemudian diangkat menjadi advokat oleh Organisasi Advokat yang diberi kewenangan. lalu, bersumpah menurut agamanya atau berjanji dengan sungguh sungguh di sidang terbuka Pengadilan Tinggi di wilayah domisili hukumnya,” Ungkapnya.
Lanjutnya, Kenyataan di lapangan menunjukkan banyak individu yang tidak memenuhi syarat tersebut, tetapi menjalankan profesi advokat tanpa adanya ancaman pidana yang tegas, pihak yang tidak bertanggung jawab dapat lebih leluasa menjalankan praktik ilegal dengan mengaku sebagai advokat.
Fenomena ini semakin memperburuk citra profesi advokat di mata publik. Mengingat banyak Masyarakat pencari keadilan yang tertipu oleh individu-individu yang mengaku sebagai advokat, tetapi tidak memiliki kualifikasi sesuai UU Advokat.
Dalam banyak kasus, advokat gadungan ini seringkali menawarkan jasa hukum dengan biaya yang jauh lebih tinggi, tetapi kualitas dan integritas jasa hukum yang mereka berikan sangat diragukan. Akibatnya, stigma atau kepercayaan masyarakat terhadap profesi advokat semakin menurun.
“Sebagai advokat, saya menyarankan kepada korban atas tindakan advokat gadungan untuk tidak segan segan mengambil langkah hukum dan bila perlu jangan ada kata damai sampai ke meja hijau. Sehingga dapat menimbulkan adanya efek jera agar kejadian serupa tidak terulang dan kemudian tidak dicontoh oleh orang-orang yang tidak bertanggung jawab lainnya untuk berpura-pura menjadi seolah-olah advokat,” Tegasnya.
Tindakan yang dilakukan oleh mereka yang mengaku sebagai advokat tanpa melalui tahapan untuk menjadi advokat, itu bagi siapa yang melanggar ketentuan ini dapat dijerat dengan tindak pidana. Karena pasal 31 UU Advokat yang berbunyi: Setiap orang yang dengan sengaja menjalankan pekerjaan profesi Advokat dan bertindak seolah-olah sebagai Advokat, tetapi bukan Advokat sebagaimana diatur dalam Undang-Undang ini, dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 tahun dan denda paling banyak Rp 50 juta. telah dicabut oleh Putusan MK Nomor: 006/PUU-II/2004, maka yang dapat digunakan adalah sanksi di KUHP atau UU 1/2023.
“Terhadap advokat gadungan bisa dijerat dengan tindak pidana pemalsuan surat dalam pasal 263 KUHP atau pasal 391 UU 1/2023 atau dengan tindak pidana penipuan dalam pasal 378 KUHP atau 492 UU 1/2023,” Pungkasnya (Hari)