JAKARTA | lensanews.id
Al Ghozali Hide Wulakada (Dosen Filsafat Hukum di Universitas Surakarta )
Dalam renungkan saya mengasihani rakyat Indonesia,yang terus menerus dibohongi oleh Partai politik. Padahal Partai politik berhutang budi pada rakyat. Partai politik diberikan kewenangan penuh oleh konstitusi untuk mengusulkan calon anggota Perlamen dan mengusung pasangan calon Presiden dan Wakil Presiden.
Jika rakyat Indonesia menyadari,sesungguhnya demokrasi representasi kini berkepentingan ganda mengarahkan rakyat bagai domba-domba di sabana memilih pilihan Partai politik.
Rencana Partai politik pendukung paslon nomor 01 dan 02 menggunakan hak interpelasi,angket dan menyatakan pendapat terhadap dugaan kecurangan dan pelanggaran hukum di Pemilu ini sangat lah konteks.
Alasannya ada dua : [1] Interpelasi terkait dengan kebijakan siRekap yang dicurigai manupulatif ; hasilnya menimbulkan hak menyatakan pendapat agar dilakukan perhitungan ulang berdasarkan plano dan form C.1. [2] Angket terkait pelanggaran hukum oleh KPU karena menerbitkan Surat Edaran bukan ke internal KPU tapi ke Parpol peserta Pemilu hingga menerima Gibran sebagai Cawapres Prabowo Subiyanto,padahal Peraturan KPU 19/2023 Jo UU Nomor 7 tahun 2023 perubahan UU Nomor 17 tahun 2017 belum dirubah.
Artinya,KPU melanggar kewenangan legislative sebagai pembuat UU ; angket berujung menyatakan pendapat bahwa KPU melangar hukum,produk KPU cacat politik agar menjadi pertimbangan penting dalam putusan hukum maka hasil akhir litigative ialah diskualifikasi atas kedudukan Gibran sebagai Cawapres dari Prabowo Subiyanto.
Secara teori langkah konstitusional tersebut di atas benar dan bisa dilakukan,tetapi pada saat bersamaan dihadapkan pada agenda Pemilu oleh KPU yang sampai saat ini tidak/atau belum dilakukan perubahan.
Jadwal pengumuman hasil rekapitulasi Pemilu Presiden 20 Maret 2024. Kendati nantinya Paslon nomor 01 dan 03 enggan menandatangani hasil rekapitulasi maka KPU kemungkinan besar akan menggunakan bukti tanda tangan saksi sebagai dasar pengumuman.
Bilamana Paslon 01 dan 03 belum juga menerima,maka dipersilahkan melakukan gugatan sengketa hasil Pemilu ke Mahkama Konstitusi.
Terhadap upaya litigative konstitusional tersebut kecil kemungkinan dikabulkan oleh Majelis Hakim Konstitusi,seperti yang sudah-sudah terjadi.
Maka episode ini akan berakhir dengan pengumuman hasil Pemilu oleh KPU tiga haris setelah putusan MK. Diperkirakan proses persidangan MK berjalan di kisaran bulan April Mei 2024.
Pada rentang waktu tersebut,diharapkan isi pendapatPerlamen dari hasil interpelasi menjadi alasan dalam posita gugatan hasil Pemilu Presiden Wakil Presiden di MK. Sedangkan isi menyatakanpendapat dari hasil angket diajukan melalui proses litigative Peradilan Tata Usaha Negara (PTUN) karena objeknya bukan hasil sengketa Pemilu.
Politisasi hukum tidak selalu salah bila arahnya untuk membatasi kemungkinan adanya kecurangan baru pada formilnya peradilan. Oleh karena itu agar didorong Partai pendudung 01 dan 02 (PDIP,PPP,NASDEM,PKS,PKB) segera mengkonsolidasikan seluru anggotanya menyegerakan proses angket dan interpelasi lalu segera menghasilkan luarah hak berpendapatsebelum jadwal gugatan ke sengketa Pemilu ke MK.
Paslon 01 dan 02 kini bersandar pada kekuatan proses politik di Perlamen, sedangkan paslon 02 kini bersandar pada Peradilan Konstitusi dan berpacu pada administrasi agenda Pemilu oleh KPU. Posisi keanggota Perlamen 01 dan 03 relatif lebih rapuh bila dibandingkan dengan 02,karena kekwatiran adanya transaksional yang menggugurkan jumlah suara pada voting saat menyatakan pendapat.
Jika hal demikian terjadi maka jelas dan terang rakyat ditipu habis oleh Partai politik. Sebenarnya langkah angket,interpelasi dan menyatakan pendapat sudah sangat terlambat saat ini.
Seharusnya Partai pendukung Paslon 01 dan 02 sudah melakukan angket pada saat terbitnya Surat Edaran KPU,tetapi langkah tersebut kenapa tidak dilakukan oleh para Partai pendukung,padahal jelas-jelas mereka semua Partai itu menerima Surat Edaran dari KPU.
Catatan akhir saya dalam tulisan ini sebagaimana judul bahwa Angket dan Interpelasi Bisa ; Tapi Tidak Berhasil. Semangat para relawan 01 dan 02 yang mendorong agar angket dan interpelasi dilakukan oleh para Partai pendukung masing-masing akan kehilangan momentum.
Adapun penyataan-pernyataan para politisi di kedua kubu tersebut juga sekedar menghibur diri. KPU di bawah Pemerintah JKW akan melakukan ragam cara untuk memastikan bahwa siRekap dapat dipertanggungjawabkan,kendati ada kelalaian dan kesalahan dalam prosesnya.
KPU di bawah Pemerintahan JKW juga akan memastikan dapat menang di peradilan MK yang kini sudah menjadi trauma keadilan warga negara.
Kepolisian dan TNI di bawah presiden JKW mamastikan siaga menindak gejolak aksi demonstran yang distruktif. Jadi,prospektuf demokrasi kita lima tahun mendatang akan meredup karena kekuasaan dilahirkan dari kecurangan.
Kesan seperti itu akhirnya juga hanya menjadi catatan budaya dan tulisan para kritikus,setelah pengumuman hasilnya nanti, Para Partai politik akan menjalin kembali koalisi untuk menormalkan keadaan,kendati rakyat terus menerima kenyataan bahwa negara Indonesia bukan lagi negara hukum,tetapi telah menjadi negara kekuasaan di bawah persekongkolan elit Partai politik. (*)