LAMPUNG TIMUR_LAMPUNG | lensanews.id
Setelah Viralnya pemberitan sejumlah media online di BuminTuah Bepadan di sinyalir adanya pengancaman gunakan Senjata Api pada petugas Debt Collector Perusahaan Pembiayaan Adira Finance, pada Sabtu sore 25 Oktober 2025.
Peristiwa tersebt di tanggapi serius oleh Praktisi Hukum Asst. Prof. Dr. Edi Ribut Harwanto, SH, MH, C.LAd .,CCM.,CLC.,C.MT.
“Kita kupas dulu dari debkolektor dan kepemilikan senjata api diduga elegal dan UU Fidusia, semu ada mekanisme hukum pidana kita tinjau dulu dari persoalan antara kreditur dan debitur, termasuk Debt collector ini masuk keranah UU Pidusia Peraturan Mahkamah Konstitusi (MK) tentang eksekusi jaminan fidusia berdasarkan Pasal pidana 335 Jo 365 KUHP putusan MK, pada Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019, yang menyatakan bahwa penentuan wanprestasi (cedera janji) tidak bisa dilakukan sepihak oleh kreditur, melainkan harus berdasarkan kesepakatan atau putusan pengadilan. Oleh karena itu, eksekusi jaminan fidusia tidak bisa dilakukan secara otomatis, dan jika debitur tidak menyerahkan objek jaminan secara sukarela, kreditur harus mengajukan permohonan penetapan eksekusi ke pengadilan,” ucap Asst. Prof. DR. Edi Ribut Harwanto, SH., MH., C.MT pada sejumlah awak media melalui wawancara eklusifnya. Senin (27/10/2025)
Lanjutnya, Poin utama dari Putusan MK No. 18/PUU-XVII/2019 Tidak ada eksekusi otomatis: Meskipun sertifikat jaminan fidusia memiliki kekuatan eksekutorial (pasal 15 UU No. 42 Tahun 1999), eksekusi otomatis tidak dapat dilakukan karena penentuan wanprestasi tidak boleh sepihak.
Wanprestasi harus terbukti: Kreditur harus membuktikan bahwa debitur telah melakukan wanprestasi, baik melalui kesepakatan kedua belah pihak atau melalui putusan pengadilan. Namun bila sikerditur telah mengalihkan objek jaminan Pidusia tanpa sepengetahuan pihak Pinance tentu itu sudah masuk keranah pidana Penggelapan yang Diatur dalam Pasal 372 KUHP.
lanjutnya menjelaskan, Sementara kalau memang itu benar tentang kepemilikan senjata api tampa izin, praktisi hukum pidana Asst.Prof. Dr.Edi Ribut Harwanto, SH,MH,C.LAd.,CCM.,CLC.,C.MT. Menjelaskan Tentang Ketentuan Utama Kepemilikan Senjata Api,
“Setiap orang yang tanpa hak memiliki, membawa, atau menggunakan senjata api (serta amunisi dan bahan peledak) dapat dijatuhi hukuman mati, penjara seumur hidup, atau penjara selama-lamanya 20 tahun.Pelanggaran ini diatur dalam Pasal 1 ayat (1) UU Darurat No. 12 Tahun 1951, kalua memang benar itu senjata api,” jelas Edi Ribut.
Lebih lanjut Edi Ribut menegaskan,” Persolan kepemilikan senjata api orang yang sengaja menyimpan dan memiliki senjata api tampa izin harus dìtangkap, bukan senjata apinya saja yang diamankan. Pihak kepolisian perlu mempertanyakan asal usul senjata api diperoleh dari mana dan apakah ada surat izin kepemilikan resmi.” tegas Edi Ribut.
Lebih lanjut tentang premanisme harus ditindak tegas tidak ada premanisme di Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI) ini, siapa yang bersalah harus ditindak tegas apalagi sudah disertai pengancaman lewat Voice note. Jangan dibiarkan premanisme berkeliaran, untuk mengancam dan mengintimidasi warga masyarakat apa lagi sampai mengancam keselamatan warga. Aparat Penegak Hukum (APH) tidak bisa membiarkan orang sipil menyimpan dan memiliki senjata api tampa izin.
Ketika disinggung tentang UU Fidusia Edi Ribut mengatakan,” Terkait dengan UU Fidusia bisa dipidanakan jika terjadi pelanggaran hukum seperti pengalihan objek jaminan tanpa izin dari penerima fidusia atau pemalsuan keterangan saat perjanjian. Pemberi fidusia yang melanggar bisa dikenakan pidana penjara dan denda sesuai Undang-Undang Nomor 42 Tahun 1999 tentang Jaminan Fidusia.” kata mantan Wartawan Lampung Post ini.
Dikatakannya, tindakan yang dapat dipidanakan
Pengalihan atau menggadaikan objek jaminan fidusia tanpa persetujuan tertulis dari pihak Finance atau Perbankan,
“Melakukan pengalihan, menggadaikan, atau menyewakan benda yang menjadi objek jaminan tanpa izin tertulis dari penerima fidusia merupakan pelanggaran yang bisa berujung pidana penjara paling lama 2 tahun dan denda maksimal Rp50.000.000,” urainya.
Memberikan keterangan palsu atau menyesatkan,” Memberikan informasi yang tidak benar atau menyesatkan pada saat perjanjian fidusia, seperti pada objek jaminan atau kondisi keuangan, dapat menimbulkan sanksi pidana, yaitu pidana penjara minimal 1 tahun dan maksimal 5 tahun, serta denda minimal Rp10.000.000 dan maksimal Rp100.000.000,” terangnya.
Tindakan penadahan,” Pihak ketiga yang menerima barang yang diketahui atau seharusnya diduga berasal dari kejahatan penadahan (seperti barang jaminan fidusia yang dialihkan tanpa izin) juga dapat dijerat pidana penadahan sesuai Pasal 480 KUHP.” pungkasnya.
Dari peristiwa ini kita sebagai masyarakat di wajibkan untuk patuh pada hukum sebagai acuan kita hidup bermasyarakat di NKRI ini.
(Red).














































