LAMPUNG TIMUR | lensanews.id
Kisruh antar ketua kelompok tani lama dan baru di Desa Marga Batin, Kecamatan Waway Karya, Kabupaten Lampung Timur, terus memanas. Perseteruan ini diduga kuat dipicu oleh ketidakmerataan pembagian dana kompensasi olah lahan (oplah) yang bersumber dari program pemerintah. Kamis. (11/09/2025)
Setelah kasus ini viral di media online dan menjadi perhatian publik, sejumlah pejabat turun tangan melakukan mediasi. Hadir dalam pertemuan tersebut Ketua Komisi II DPRD Lampung Timur Yulida S, Kepala Dinas Pertanian Lampung Timur Tri Wibowo, Feri selaku Koordinator Penyuluh, Camat Waway Karya Syamsul, serta Kapolsek Waway Karya Eddy.
Namun sangat disayangkan, proses mediasi yang diharapkan mampu meredakan ketegangan justru tidak membuahkan solusi. Agus, selaku Ketua Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan), dinilai tidak mampu menjawab pertanyaan dari warga yang diwakili oleh Casmono. Hal ini menimbulkan kekecewaan di tengah masyarakat.
Kekecewaan semakin memuncak saat penjelasan dari Kepala Dinas Pertanian, Tri Wibowo, dianggap tidak menjawab inti persoalan. Salah seorang warga, Tamrin, bahkan secara terbuka menyampaikan keberatannya dalam forum tersebut.
“Pak, kami hanya ingin jawaban yang jelas. Tapi yang Bapak sampaikan malah keluar dari inti pertanyaan kami,” ungkap Tamrin dengan nada kecewa.
Karena tidak adanya titik temu, mediasi yang telah dirancang sejak beberapa hari sebelumnya akhirnya ditunda. Pertemuan lanjutan direncanakan akan digelar dalam waktu dekat.
Harapan Warga: Bupati Turun Tangan
Warga setempat berharap agar persoalan ini menjadi perhatian serius pemerintah daerah, khususnya Bupati Lampung Timur, Ibu Ella Siti Nuryamah, bahkan jika perlu melibatkan Dinas Pertanian Provinsi maupun Pusat.
Mereka menuntut agar dugaan penyalahgunaan dana kompensasi oleh Gapoktan dengan inisial A. diusut tuntas. Masyarakat menilai kurangnya transparansi dan pengawasan dari dinas terkait telah membuka celah bagi oknum untuk memperkaya diri sendiri.
Agus, selaku Ketua Gapoktan Desa Marga Batin, sempat menjelaskan bahwa petani menerima kompensasi sebesar Rp500.000 per hektare untuk kegiatan olah lahan. Ia juga mengklaim sebagian dana digunakan untuk perawatan dan sewa alat pertanian. Namun, warga menemukan fakta bahwa ada individu yang menerima hingga Rp1.000.000, sementara banyak warga terdampak lainnya tidak mendapatkan bantuan sepeser pun.
Camat Waway Karya: Akan Ada Rapat Koordinasi
Camat Waway Karya, Syamsul, menyatakan pihaknya akan menggelar rapat koordinasi lanjutan yang melibatkan lima perwakilan warga desa. Namun, jadwal pertemuan tersebut masih belum ditentukan.
Penutup: Transparansi dan Keadilan Jadi Tuntutan
Kasus ini menjadi alarm bagi pemerintah daerah dan dinas terkait agar lebih serius mengawasi jalannya program pemerintah, terutama yang menyangkut anggaran dan kesejahteraan petani. Warga berharap program yang seharusnya meningkatkan taraf hidup masyarakat tani, tidak malah menjadi ladang kepentingan pribadi oknum tertentu.
“Jangan sampai program pemerintah pusat ini menjadi sia-sia hanya karena kurangnya pengawasan,” tutup seorang warga. (MTRI / Red)