lensanews.id ✓ LEBAK
Ketua Umum CC Ikatan Mahasiswa Cilangkahan (IMC), Hendrik Arrizqy S.Kom, memberikan respond terkait dugaan pelecehan seksual yang menimpa seorang siswi SMK Berdikari Cijaku, Lebak. Ia mengatakan, terlebih, pelaku adalah seorang siswa yang masih duduk di kelas 6 SD.
“Miris! merebaknya kasus pelecehan seksual yang terjadi di lingkungan pendidikan. Belum lama ini kita di hebohkan oleh seorang oknum Guru SMAN 1 Cijaku yang menghamili siswanya. Nampaknya, hal serupa terjadi kembali terhadap seorang siswi SMK Berdikari Cijaku”.
“Bila kita amati, rawannya kasus pelecehan seksual di lingkungan pendidikan. Menandakan betapa bobroknya moral seorang tenaga pendidik, yang jika kelamaan dibiarkan akan menjadi contoh buruk terhadap para siswa di sekolah”.
Terbukti, baru-baru ini seorang siswa Kelas VI melakukan perlakuan tak senonoh. Yang ini menyangkut anak di bawah umur. Tentunya, bukan sekadar kenakalan biasa, serta termasuk pada tindakan bejat secara moral”.
Menyangkut hal tersebut, perlu ada peran aktif dari orang tua terduga pelaku, serta Kepala SDN 3 Cijaku dalam mendidik dan mengawasi para peserta didik.” Tegas Hendrik. (20/04/2025)
Menurut informasi, korban saat ini mengalami gangguan psikologis dan belum bisa kembali mengikuti kegiatan belajar seperti biasa di sekolah.
Hendrik juga menekankan pentingnya, agar proses hukum tetap berjalan meski terduga pelaku masih di bawah umur. Ia menambahkan bahwa penanganan kasus seperti ini semestinya dilimpahkan ke Unit Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) di bawah naungan Polres Lebak untuk penanganan secara khusus dan rehabilitatif.
Terkait rumor yang beredar di masyarakat dan hasil konfirmasi terhadap pihak terkait, yakni Sekretaris Desa Kandangsapi dan pihak SDN 3 Kandangsapi. Terduga pelaku di sebut-sebut memiliki keterbelakangan mental.
Namun, perlu adanya pembuktian melalui pemeriksaan tenaga ahli psikolog atau psikiater berkompeten.
Sementara, pihak keluarga korban dan kuasa hukumnya, Muaz & Partners, menegaskan bahwa proses hukum tetap akan berlanjut. Meskipun pihak keluarga korban telah memaafkan secara pribadi, mereka tetap mendorong penegakan hukum agar menjadi pelajaran dan memastikan perlindungan terhadap anak.
Dasar Penegakan Hukum pada kasus tersebut, diantaranya: 1) Pasal 76E UU No. 35/2014, Melarang siapapun memaksa, membujuk, atau melakukan kekerasan seksual terhadap anak, dengan ancaman pidana penjara 5-15 tahun. 2) Pasal 81 UU No. 17/2016, Mengatur hukuman bagi pelaku persetubuhan atau pencabulan terhadap anak, dengan ancaman pidana serupa.
Bila pelaku masih di bawah umur, maka sistem peradilan pidana anak akan diberlakukan. Prosesnya menekankan pada pendekatan keadilan restoratif, serta mempertimbangkan kapasitas mental dan usia pelaku. Penanganan dapat meliputi konseling, rehabilitasi psikologis, serta pendidikan ulang untuk mencegah tindakan serupa di masa depan. (Kpek rm)