lensanews.id ✓ LEBAK
Aktivitas tambang batu bara ilegal (PETI) di atas lahan Perhutani di kawasan Desa Cibobos Kecamatan Cihara Kabupaten Lebak, makin menggila. Alih-alih dihentikan, tambang-tambang liar ini justru kian menjamur di lahan milik negara yang dikelola oleh Perhutani. Yang lebih memprihatinkan, pihak-pihak yang seharusnya menjaga justru terkesan tutup mata dan membiarkan kerusakan terus berlangsung.
Berdasarkan pantauan lapangan, penambangan tanpa izin tersebut tersebar di sejumlah titik seperti Blok Cepak Pasar, Blok Jati, Blok Pamandian, Blok Cununggul, Blok Cioray, hingga Blok Awi. Lubang-lubang tambang digali dengan alat berat maupun manual, lalu dibiarkan menganga tanpa proses reklamasi. Dampaknya, kawasan hutan kritis semakin luas, tanah rawan longsor, dan masyarakat sekitar menjadi korban langsung dari kerusakan tersebut.
Rabu. (2 /7/ 2025)
Asisten Perhutani (Asper) Bayah, Lukita S, saat dikonfirmasi hanya menjawab singkat. “Sudah sering kami tindak. tapi para pelaku kembali lagi. Kami tetap patroli,” ujarnya melalui telepon, tanpa menjelaskan apa saja bentuk penindakan yang dimaksud dan mengapa tambang-tambang tersebut tetap beroperasi secara terang-terangan.
Sejumlah warga menyebut para penambang ini bukan pemain kecil. Aktivitas tambang diduga dikendalikan oleh bos-bos besar yang telah meraup keuntungan hingga miliaran rupiah, sementara kerusakan lingkungan dan sosial justru ditanggung masyarakat dan negara.
“Warga cuma jadi penonton. Yang kaya yang di belakang layar. Yang rusak ya hutan dan kampung kami,” ujar seorang warga.
Tak hanya kerusakan lahan, akses jalan pun rusak parah akibat keluar-masuk truk pengangkut batu bara. Sementara itu, aliran sungai di sekitar lokasi tambang mulai tercemar akibat limbah dan tanah yang longsor dari bukit hasil galian.
Pasal 158 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara secara tegas menyatakan bahwa setiap orang yang melakukan pertambangan tanpa izin resmi dapat dikenakan pidana 5 tahun penjara dan denda maksimal Rp100 miliar. Namun, hingga kini, tidak satu pun aktor utama tambang ilegal tersebut yang tersentuh hukum.
Aktivis lingkungan menilai sikap pihak Perhutani dan aparat penegak hukum seperti melakukan pembiaran sistematis.
“ Ini bukan sekadar abai, ini bisa disebut kolusi diam-diam. Kalau Perhutani serius, tambang-tambang itu tak akan sebanyak ini,” kata seorang aktivis yang memantau kasus ini.
Masyarakat meminta Polda Banten, Kementerian LHK, dan Kejaksaan turun tangan langsung. Mereka menuntut adanya pengusutan menyeluruh hingga ke aktor intelektual dan penikmat utama tambang ilegal tersebut.
Sampai berita ini diterbitkan, belum ada klarifikasi atau langkah konkret dari Perhutani KPH Banten maupun aparat terkait atas maraknya aktivitas tambang batu bara ilegal di Cibobos.
(ND/Tim)